So I’ve randomly found this quote by Awan Gunawan about the relation of our belief and the prosperity of our life.

Due to the nature meaning of the quote, it is best for me to leave this untranslated:

— Quote start —

Aku pernah ada di situasi setiap habis berdoa selalu dikabulkan oleh Allah, setiap habis sedekah selalu dibales Allah, dan siangnya setiap habis tahajud langsung dapat rejeki bertubi-tubi dari Allah.

Tapi aku juga pernah ada di situasi yang udah gelap banget, tidak tau mesti ngapain lagi. Karena sudah berdoa, sudah bersedekah, sudah tahajud juga. Tapi kondisiku tetap tidak berubah.

Uang udah tinggal dikit dan cuma cukup buat makan sehari, sedangkan kebutuhan dan tagihan datang bertubi-tubi. Sampai udah kayak mau mati aja rasanya. Tapi kalau mati beneran nggak mau juga, orang belum punya cucu!

Di situasi sepert itu, sambil nangis aku cuma bisa bilang gini ke istri:

Besok buat bekal anak-anak sekolah gimana ya?
Besok kita tinggal dimana ya? 

Mana ya, jalan keluar yang Allah janjikan lewat 
arah yang tidak disangka-sangka? 
Padahal kita udah ngelakuin apa yang Dia suka.

Sambil ikut menangis juga, istriku tidak menjawab kecuali 3 kata saja, “Sabar, suamiku, sabar.”.

“Aku sudah lama sabar, istriku. Udah sholat juga. Udah ngelakuin yang Allah suruh: menjadikan sholat dan sabar sebagai penolongmu. Tapi lihat kondisi kita.”, ucapku lagi sambil berurai air mata.

Sekarang, setelah aku mengalami berbagai ujian hidup baik yang enak maupun yang nggak enak, aku baru sadar, bahwa ketika Allah ingin memberi rejeki ke hamba-Nya, ingin memberi pertolongan ke hamba-Nya, ternyata ya karena suka-suka Dia aja.

Dia nggak bisa diatur oleh hamba-Nya, oleh amalan-amalan yang aku lakukan, yang dulu aku mengira karena itulah aku dapat rejeki dan pertolongan dari-Nya. Seperti kalau berdoa maka dikabulkan, karena sedekah maka uangnya dilipatgandakan, atau karena tahajud maka segalanya serba dimudahkan. Bukan, ternyata bukan.

Karena Dia, adalah Tuhan yang Maha Agung, yang Maha Kuasa atas apapun, yang kekuasaan-Nya tidak bisa diatur oleh siapapun. Kalau Dia lagi mau ngasih ke aku, ya aku nggak akan bisa menolak – pasti sampai ke aku walaupun aku lari menghindar sampai ke ujung dia atau ke kamar tetangga. Dan kalau Dia lagi nggak mau ngasih ke aku, mau sekeras apapun usahaku untuk meminta, aku nggak akan dapat apa yang aku minta, meski aku sudah nangis kencang ke-atas ke-bawah.

Se-Maha Kuasa itu Allah ternyata. Se-Maha Kuasa itu.

Jika demikian, lalu apa gunanya aku berdoa, bersedekah, atau bertahajud di malam gelap kalau apa yang aku minta tidak akan Allah kabulkan?

Jawabannya adalah, bukan apa gunanya tapi apa niatnya. Karena seharusnya semua yang aku lakukan, aku niatkan hanya untuk beribadah kepada-Nya saja. Berdoa, bersedekah, bertahajud, atau berbanyak-banyak sholawat di hari Jum’at, niatnya semata hanya untuk beribadah saja.

Sedangkan soal balasannya, nggak perlu dipikirkan. Karena justru dengan memikirkan apa balasannya atau kapan datangnya itulah yang membuat aku jadi stres dan depresi sampai hampir nggak percaya Tuhan lagi.

Belajarlah pasrah dan percaya bahwa Allah nggak akan pernah mendzolimi hamba-Nya, tidak akan pernah memberikan ujian di luar batas kemampuan hamba-Nya, serta tidak akan menyia-nyiakan usaha hamba-Nya.

Akhirnya, perlahan stres dan depresi berangsur hilang, berubah menjadi rasa tenang. Ditambah dengan kesadaran bahwa apa yang menimpaku dan membuat aku merasa sakit/tidak nyaman adalah cara yang Allah gunakan untuk menghapus dosa-dosaku.

Sungguh Maha Baik banget ya Dia, sedangkan aku orang yang dzalim. Astaghfirullahaladzim.

Ahirukallam, buat kita yang lagi di situasi gelap karena sedang menghadapi masalah apapun, aku cuma bisa bilang: yang sabar ya, jalani aja, sambil berusaha keluar darinya. Karena kalau kita aja percaya sama pepatah bahwa usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil, maka seharusnya kita lebih percaya bahwa Allah tidak akan pernah mengkhianati usaha kita.

Entah berupa apa nanti balasannya, dan kapan Dia akan membalasnya, itu terserah Dia aja. Tidak perlu ditungguin, dan tidak perlu mengatur-atur Dia.

— Quote end —